Pantun

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a).

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian : sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.

Contoh Pantun :

Kayu cendana diatas batu
Sudah diikat dibawa pulang
Adat dunia memang begitu
Benda yang buruk memang terbuang

Pantu terdiriri dari 3 bagian :
  1. Karmina
  2. Talibundan
  3. Sloka
Ketiganya merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih).

1.  Karmina adalah pantun kilat yaitu pantun yang terdiri dari dua baris. Baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua adalah isi. Memiliki pola sajak lurus (a-a). Biasanya digunakan untuk menyampaikan sindiran ataupun ungkapan secara langsung.

Contoh :

Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)

2.  Talibun adalah pantun genap mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris ( mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan seterusnya.

Contoh1 :

Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak beli
Ikan panjang beli dahulu

Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanakpun cari
Induk semang cari dahulu

3. Seloka adalah pantun berkait, merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepetah maupun perumpamaan yang mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, kadang-kadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris.

contoh1 : seloka lebih dari 4 baris.

Baik budi emak si Randang
Dagang lalu ditanakkan
Tiada berkayu rumah diruntuhkan
Anak pulang kelaparan
Anak dipangku diletakkan
Kera dihutan disusui

Contoh2 : seloka 4 baris

Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan

Struktur pantun

Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan.

Meskipun pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi kadang-kadang bentuk sampiran membayangkan isi.

Sebagai contoh dalam pantun di bawah ini:

Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh

Beberapa sarjana Eropa berusaha mencari aturan dalam pantun maupun puisi lama lainnya. Misalnya satu larik pantun biasanya terdiri atas 4-6 kata dan 8-12 suku kata. Namun aturan ini tak selalu berlaku.

Jenis-jenis Pantun
  1. Pantun Adat
  2. Pantun Agama
  3. Pantun Budi
  4. Pantun Jenaka
  5. Pantun Kepahlawanan
  6. Pantun Kias
  7. Pantun Nasihat
  8. Pantun Percintaan
  9. Pantun Peribahasa
  10. Pantun Perpisahan
  11. Pantun Teka-teki
Peran pantun

Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain. 

Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata. Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan. 

Struktur pantun.

Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan. Meskipun pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi kadang-kadang bentuk sampiran membayangkan isi. 

Sebagai contoh dalam pantun di bawah ini : 

Air dalam bertambah dalam 
Hujan di hulu belum lagi teduh 
Hati dendam bertambah dendam 
Dendam dahulu belum lagi sembuh 

Beberapa sarjana Eropa berusaha mencari aturan dalam pantun maupun puisi lama lainnya. Misalnya satu larik pantun biasanya terdiri atas 4-6 kata dan 8-12 suku kata. Namun aturan ini tak selalu berlaku. 

Contoh Jenis-jenis Pantun

Pantun Adat 

Menanam kelapa di pulau Bukum
Tinggi sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di Kitabullah

Ikan berenang didalam lubuk
Ikan belida dadanya panjang
Adat pinang pulang ke tampuk
Adat sirih pulang ke gagang

Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka

Bukan lebah sembarang lebah
Lebah bersarang dibuku buluh
Bukan sembah sembarang sembah
Sembah bersarang jari sepuluh

Pohon nangka berbuah lebat
Bilalah masak harum juga
Berumpun pusaka berupa adat
Daerah berluhak alam beraja

Pantun Agama 

Banyak bulan perkara bulan
Tidak semulia bulan puasa
Banyak tuhan perkara tuhan
Tidak semulia Tuhan Yang Esa

Daun terap di atas dulang
Anak udang mati dituba
Dalam kitab ada terlarang
Yang haram jangan dicoba

Asam kandis asam gelugur
Ketiga asam si riang-riang
Menangis mayat dipintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang

Pantun Budi 

Bunga cina di atas batu
Daunnya lepas kedalam ruang
Adat budaya tidak berlaku
Sebabnya emas budi terbuang

Diantara padi dengan selasih
Yang mana satu tuan luruhkan
Diantara budi dengan kasih
Yang mana satu tuan turutkan

Apa guna berkain batik
Kalau tidak dengan sujinya
Apa guna beristeri cantik
Kalau tidak dengan budinya

Sarat perahu muat pinang
Singgah berlabuh di Kuala Daik
Jahat berlaku lagi dikenang
Inikan pula budi yang baik

Anak angsa mati lemas
Mati lemas di air masin
Hilang bahasa karena emas
Hilang budi karena miskin

Biarlah orang bertanam buluh
Mari kita bertanam padi
Biarlah orang bertanam musuh
Mari kita menanam budi

Ayam jantan si ayam jalak
Jaguh siantan nama diberi
Rezeki tidak saya tolak
Musuh tidak saya cari

Jikalau kita bertanam padi
Senanglah makan adik-beradik
Jikalau kita bertanam budi
Orang yang jahat menjadi baik

Kalau keladi sudah ditanam
Jangan lagi meminta balas
Kalau budi sudah ditanam
Jangan lagi meminta balas

Pantun Jenaka 

Pantun Jenaka adalah pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengar, terkadang dijadikan sebagai media untuk saling menyindir dalam suasana yang penuh keakraban, sehingga tidak menimbulkan rasa tersinggung, dan dengan pantun jenaka diharapkan suasana akan menjadi semakin riang. 

Contoh: 

Di mana kuang hendak bertelur
Di atas lata dirongga batu
Di mana tuan hendak tidur
Di atas dada dirongga susu

Elok berjalan kota tua
Kiri kanan berbatang sepat
Elok berbini orang tua
Perut kenyang ajaran dapat

Sakit kaki ditikam jeruju
Jeruju ada didalam paya
Sakit hati memandang susu
Susu ada dalam kebaya

Naik kebukit membeli lada
Lada sebiji dibelah tujuh
Apanya sakit berbini janda
Anak tiri boleh disuruh

Orang Sasak pergi ke Bali
Membawa pelita semuanya
Berbisik pekak dengan tuli
Tertawa si buta melihatnya

Jalan-jalan ke rawa-rawa
Jika capai duduk di pohon palm
Geli hati menahan tawa
Melihat katak memakai helm

Limau purut di tepi rawa,
buah dilanting belum masak
Sakit perut sebab tertawa,
melihat kucing duduk berbedak

jangan suka makan mentimun
karna banyak getahnya
hai kawan jangan melamun melamun
itu tak ada gunanya

Pantun Kepahlawanan 

Pantun kepahlawanan, adalah pantun yang isinya berhubungan dengan semangat kepahlawanan

Adakah perisai bertali rambut
Rambut dipintal akan cemara
Adakah misai tahu takut
Kamipun muda lagi perkasa

Hang Jebat Hang Kesturi
Budak-budak raja
Melaka Jika hendak jangan dicuri
Mari kita bertentang mata

Kalau orang menjaring ungka
Rebung seiris akan pengukusnya
Kalau arang tercorong kemuka
Ujung keris akan penghapusnya

Redup bintang haripun subuh
Subuh tiba bintang tak nampak
Hidup pantang mencari musuh
Musuh tiba pantang ditolak

Esa elang kedua belalang
Takkan kayu berbatang jerami
Esa hilang dua terbilang
Takkan Melayu hilang dibumi

Pantun Kias 

Ayam sabung jangan dipaut
Jika ditambat kalah laganya
Asam digunung ikan dilaut
Dalam belanga bertemu juga

Berburu kepadang datar
Dapatkan rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
Bagaikan bunga kembang tak jadi

Anak Madras menggetah punai
Punai terbang mengirap bulu
Berapa deras arus sungai
Ditolak pasang balik kehulu

Kayu tempinis dari kuala
Dibawa orang pergi Melaka
Berapa manis bernama nira
Simpan lama menjadi cuka

Disangka nenas di tengah padang
Rupanya urat jawi-jawi
Disangka panas hingga petang
Kiranya hujan tengah hari

Pantun Nasihat 

Kayu cendana di atas batu
Sudah diikat dibawa pulang
Adat dunia memang begitu
Benda yang buruk memang terbuang

Kemuning di tengah balai
Bertumbuh terus semakin tinggi
Berunding dengan orang tak pandai
Bagaikan alu pencungkil duri

Parang ditetak kebatang sena
Belah buluh taruhlah temu
Barang dikerja takkan sempurna
Bila tak penuh menaruh ilmu

Padang temu padang baiduri
Tempat raja membangun kota
Bijak bertemu dengan jauhari
Bagaikan cincin dengan permata

Ngun Syah Betara Sakti
Panahnya bernama
Nila Gandi Bilanya emas banyak dipeti
Sembarang kerja boleh menjadi

Jalan-jalan ke kota Blitar
jangan lupa beli sukun
Jika kamu ingin pintar
belajarlah dengan tekun

Pantun Percintaan 

Coba-coba menanam mumbang
Moga-moga tumbuh kelapa
Coba-coba bertanam sayang
Moga-moga menjadi cinta

Jangan suka bermain tali
Kalau tak ingin terikat olehnya
Putus cinta jangan disesali
Pasti kan datang cinta yang lainnya

Limau purut lebat dipangkal
Sayang selasih condong uratnya
Angin ribut dapat ditangkal
Hati yang kasih apa obatnya

Ikan belanak hilir berenang
Burung dara membuat sarang
Makan tak enak tidur tak tenang
Hanya teringat dinda seorang

Anak kera di atas bukit
Dipanah oleh Indera Sakti
Dipandang muka senyum sedikit
Karena sama menaruh hati

Ikan sepat dimasak berlada
Kutunggu di gulai anak seberang
Jika tak dapat di masa muda
Kutunggu sampai beranak seorang

Kalau tuan pergi ke Tanjung
Kirim saya sehelai baju
Kalau tuan menjadi burung
Sahaya menjadi ranting kayu.

Kalau tuan pergi ke Tanjung
Belikan sahaya pisau lipat
Kalau tuan menjadi burung
Sahaya menjadi benang pengikat

Kalau tuan mencari buah
Sahaya pun mencari pandan
Jikalau tuan menjadi nyawa
Sahaya pun menjadi badan.

Pantun Peribahasa 

Berakit-rakit kehulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian

Ke hulu memotong pagar
Jangan terpotong batang durian
Cari guru tempat belajar
Jangan jadi sesal kemudian

Kerat kerat kayu diladang
Hendak dibuat hulu cangkul
Berapa berat mata memandang
Barat lagi bahu memikul

Harapkan untung menggamit
Kain dibadan didedahkan
Harapkan guruh dilangit
Air tempayan dicurahkan

Pohon pepaya didalam semak
Pohon manggis sebasar lengan
Kawan tertawa memang banyak
Kawan menangis diharap jangan

Pantun Perpisahan

Pucuk pauh delima batu
Anak sembilang ditapak tangan
Biar jauh dinegeri satu
Hilang dimata dihati jangan

Bagaimana tidak dikenang
Pucuknya pauh selasih
Jambi Bagaimana tidak terkenang
Dagang yang jauh kekasih hati

Duhai selasih janganlah tinggi
Kalaupun tinggi berdaun jangan
Duhai kekasih janganlah pergi
Kalaupun pergi bertahun jangan

Batang selasih mainan budak
Berdaun sehelai dimakan kuda
Bercerai kasih bertalak tidak
Seribu tahun kembali juga

Bunga Cina bunga karangan
Tanamlah rapat tepi perigi
Adik dimana abang gerangan
Bilalah dapat bertemu lagi

Kalau ada sumur di ladang
Bolehlah kita menumpang mandi
Kalau ada umurku panjang
Bolehlah kita bertemu lagi

Pantun Teka-teki 

Kalau tuan bawa keladi
Bawakan juga si pucuk rebung
Kalau tuan bijak bestari
Binatang apa tanduk di hidung ?

Beras ladang sulung tahun
Malam malam memasak nasi
Dalam batang ada daun
Dalam daun ada isi

Terendak bentan lalu dibeli
Untuk pakaian saya turun kesawah
Kalaulah tuan bijak bestari
Apa binatang kepala dibawah ?

Kalau tuan muda teruna
Pakai seluar dengan gayanya
Kalau tuan bijak laksana
Biji diluar apa buahnya

Tugal padi jangan bertangguh
Kunyit kebun siapa galinya
Kalau tuan cerdik sungguh
Langit tergantung mana talinya ?

Sumber dari : WikiPedia
       Lainnya : WikiPedia